Ada banyak pilihan media digital, kenapa memilih menulis blog?

Aku  ingin hidup hingga seribu tahun lagi


“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
– Pramoedya Ananta Toer

Hello readers,

 

Selamat datang di blog pribadiku. Aku membuat blog ini sejak kelas 2 SMA, namun selama ini masih saja kurang terlalu percaya diri untuk menunjukkannya kepada dunia. Bagiku, menulis adalah tentang mengabadikan kisah. Ingatanku tidak kekal selamanya. Apa yang aku rasakan tidak akan bertahan selamanya. Cerita dan pengalaman akan terkubur seiring waktu, seiring dengan kesibukan yang kita lalui setiap harinya. 


Little Circle and The Scrawled Stories

Sejak kecil aku tumbuh dengan banyak mimpi, yang sebagian besar tidak realistis. Aku merasa nyaman di lingkaran pertemanan yang kecil, tidak perlu banyak teman, sedikit tak apa namun berkesan. Semakin dewasa aku mulai memperbesar lingkaranku. Aku mulai menyadari bahwa dongeng-dongeng disney yang selalu aku tonton ketika kecil itu sangat berlebihan. Hidup itu kejam dan keras. Jika kita ingin bertahan di dunia ini, kita harus menempa diri kita di lingkungan yang keras, agar kita terbiasa. Dunia tidak akan melunak kepadamu, maka jadilah lebih keras dari dunia itu. Itu kata salah satu seniorku di organisasi. Aku mencoba menjadikan kata-kata itu sebagai pedoman hidupku setiap kali aku merasa rapuh dan tak berdaya. Aku mencoba menjadi seorang yang keras selama beberapa waktu namun ternyata memang tidak bisa. Kalau kalian pernah menonton film Jack Frost, kalian pasti tahu tentang dialog yang mengatakan tentang inti dari setiap orang, dimana semua orang lahir dengan jati diri yang unik, inti yang harus dicari. Dan kupikir, mau bagaimanapun juga, aku akan tetap lebih nyaman berada di lingkaran kecil. Terlepas dari tuntutan hidup bahwa kita harus memperluas koneksi.


Blog ini seperti catatan perjalananku mencari jati diri. Sepanjang perjalanan, bisa jadi kita melakukan hal-hal bodoh yang rasanya ingin kita hapus dari ingatan ini. Jika saja kita bisa memutar waktu, kita mungkin akan mencari cara untuk kembali, mengingatkan diri kita di masa lalu agar tidak melakukan kebodohan itu. Tapi biar bagaimanapun, masa lalu adalah tinta yang sudah kering. Ketika kita salah dalam menulis, apakah kita akan menghapusnya? Atau hanya cukup mencoretnya dan melanjutkan tulisan? (Jangan bilang delete lalu tulis ulang, ya! Ini konteksnya menulis, bukan mengetik). Tulisan tangan yang walaupun sudah dihapus tetap saja meninggalkan bekas, namun bisa menyamarkan bagian yang salah. Lalu bagaimana dengan yang kita coret? Kita akan tetap tahu kesalahan kita sebelumnya. Kita bisa melihat kesalahan itu, mengingatnya, dan belajar darinya. Mungkin seperti itulah filosofi adanya acount @scrawledstories di instagram. Sebuah account yang menampilkan tulisan-tulisan pendek, sesuatu yang sering kita rasakan/terjadi di sekeliling kita namun tidak pernah berani kita ungkapkan. Dari situlah aku terinspirasi untuk mengambil nama itu sebagai judul blog ini.


Aku menulis apapun yang terlintas di pikiran: tentang hobi, minat, sudut pandang, perasaan dan mimpi-mimpi. Tidak ada niatan memonetisasi blog ini sama sekali, setidaknya hingga saat ini. Aku akan menulis hanya jika aku ingin menulis. Lebih seringnya ketika aku tidak menemukan seseorang untuk berbagi cerita. Bukan karena tidak ada teman, tidak. Hanya saja, terkadang tidak semua hal mudah dikatakan. Orang-orang bisa saja menyela saat kita bercerita, tapi tidak dengan menulis. Meskipun bukan berarti kita bisa menyalahkan lawan bicara kita akan hal ini. Terkadang memang kita perlu waktu dan timing yang tepat untuk melanjutkan cerita tanpa ada interupsi ataupun gangguan karena ada ide-ide lain dari komentar orang lain. 


Ketika suatu hari aku membaca lagi tulisan-tulisan lamaku, aku akan menyadari sesuatu. Seperti melihat rekam jejak yang kita tinggalkan di belakang. Ada kalanya kita merasakan bahagia yang sangat, namun sekarang sudah biasa-biasa saja. Ada kalanya dulu merasa terluka dan tidak berdaya, namun sekarang sudah tidak lagi terasa dan bahkan berpikir, "Ah, betapa konyolnya". 

 

Aku lebih sering membenahi tampilan blog ini daripada mengisinya dengan tulisan bermanfaat. Mungkin karena aku tidak merasa memiliki rasa tanggung jawab lebih, toh hanya aku yang membaca blog ini. Atau mungkin juga karena baris-baris kode HTML terlihat lebih menarik di mataku dibandingkan tulisan ecek-ecek yang sering kuanggap tidak bernilai. Yang penting rumahku indah dan nyaman, toh hanya aku yang menghuni. Ibaratnya seperti itu.


Blog ini seperti diary bagiku. Bertahun-tahun menemani perjalanan hidupku dari pertama kali mengenal blog sekitar tahun 2014 kalau tidak salah. Berganti-ganti tema berulang kali hingga aku menemukan tema yang "aku banget nih" di tahun 2018. Lalu aku mengotak-atiknya hingga tampilannya menjadi seperti ini. Pun butuh lama untuk berani mempublikasikannya kepada orang-orang (2020). Perjalanan yang cukup panjang, ya? 

 

Berulang kali aku mengatur settingan dari public ke private lalu ke public lagi dan seterusnya. Aku ingin berbagi, tapi aku juga takut menghadapi respon yang akan kuterima. Bagaimana kalau mereka membicarakanku dibelakang karena tulisan-tulisanku yang cringy ini? Padahal belum tentu juga orang akan berpikiran seperti itu. Kenyataannya adalah semua orang lebih memperhatikan diri mereka sendiri daripada siapapun. Overthinking semacam itu, just like introvert things: want attetion but also don't want attention, wah gimana tuh? 


Tapi akhirnya aku memiliki pandangan lain sejak aku menemukan tulisan ini. Entah sebuah kutukan atau berkat dengan hidupnya kita di dunia yang serba digital saat ini. Ya, jejak digital. Meninggalkan jejak digital bisa berarti dua hal: peluang atau bumerang. Apa yang kita tulis, apa yang kita lakukan akan terekam. Bisa jadi anak cucu kita kelak akan membaca/melihatnya. Sejenak aku membayangkan, apa yang ada dipikiran mereka kalau tahu apa yang aku lakukan. Apakah mereka akan bangga karena pencapaian-pencapaianku? Atau malah jijik karena tahu ibu-nenek mereka menghabiskan masa muda dengan menggalau di sosial media, koar-koar tanpa karya?

 

Dan okay, kalau aku ingin diingat dengan baik, aku juga harus meninggalkan sesuatu yang baik. Itu rules-nya. Aku tidak berniat menghapus tulisan-tulisan lama. Biar begini adanya, tidak perlu disembunyikan. Agar kelak ketika aku membaca, aku akan berkata, "Ternyata aku sudah berkembang selama ini. Ternyata aku sudah berproses menjadi diriku dengan versi yang lebih baik. Ternyata tulisanku juga bisa memberi manfaat untuk orang lain."

 

Semoga..

 

---

PS. 

Aku juga menulis beberapa tulisan/jawaban di Quora Bahasa Indonesia dan Quora Bahasa Inggris. Belum terlalu intens menulis memang, tapi aku cukup rutin membaca banyak tulisan-tulisan bagus disana dan membagikannya di profilku (https://www.quora.com/profile/Hikmatul-Khasanah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages